Fiksi Lotus, Vol. 1: Kumpulan Cerpen Klasik Dunia

[Conclusion in English at the bottom of this post]

Jika buku diibaratkan makanan, maka buku ini tampilannya memikat dan menggugah selera. Diangkat dari situs cerita pendek klasik Fiksi Lotus yang diprakarsai Maggie Tiojakin, Fiksi Lotus Vol. 1 membukukan beberapa cerpen pilihan dari situs tersebut.

Tidak kurang dari 14 cerpen dikumpulkan dalam buku setebal 184 halaman ini, yaitu sebagai berikut:
1. Teka-teki (“The Riddle”) karya Walter De La Mare
2. Ramuan Cinta (“The Chaser”) karya John Collier
3. Sang Ayah (“The Father”) karya Bjornstjerne Bjornson
4. Pemberian Sang Magi (“The Gift of the Magi”) karya O. Henry
5. Menembus Batas (“The Interlopers”) karya Saki
6. Dilema Sang Komandan (“The Upturned Face”) karya Stephen Crane
7. Persinggahan Malam (“A Clean, Well-Lighted Place”) karya Ernest Hemingway
8. Gegap Gempita  (”Rapture”) karya Anton Chekov
9. Charles karya Shirley Jackson
10. Dering Telepon (“The Telephone Call”) karya Dorothy Parker
11. Pesan Sang Kaisar (“A Message from the Emperor”) karya Franz Kafka
12. Republick (“Evil Adored”) karya Naguib Mahfouz
13. Menjelang Fajar (“The Wall”) karya Jean-Paul Sartre
14. Kalung Mutiara (“A String of Beads”) karya W. Somerset Maugham

Dari keempat belas cerpen ini, 2 yang menjadi favorit saya, Sang Ayah karya Bjornstjerne Bjornson dan Pemberian Sang Magi karya O. Henry, sudah pernah saya baca di kumpulan cerpen klasik terjemahan dari penerbit lain. Sang Ayah menceritakan tentang dedikasi seorang ayah kepada putranya tercinta, dari saat putranya baru lahir hingga dewasa. Akhir ceritanya menyentuh dan mendorong pembaca untuk merenung. Sedangkan Pemberian Sang Magi, salah satu karya terbaik O. Henry menurut saya, menceritakan tentang sepasang suami-istri yang hendak memberikan hadiah Natal istimewa kepada pasangannya, meskipun sebenarnya mereka tidak punya uang. Cerpen lainnya yang menarik dari buku ini adalah Menembus Batas karya Saki, yang mengisahkan tentang dua keluarga yang bermusuhan selama tiga generasi. Suatu hari masing-masing kepala keluarga dari dua musuh bebuyutan itu bertemu dalam keadaan yang menentukan hidup dan mati mereka. Cerpen yang ini menunjukkan bahwa sekuat-kuatnya manusia dan rasa benci yang mereka rasakan, alam masih lebih kuat dan sekali alam diijinkan Sang Pencipta untuk memukul manusia, pukulannya tidak tanggung-tanggung. Satu lagi yang membuat saya merenungkan makna kebaikan dan kejahatan adalah cerpen Republick karya Naguib Mahfouz. Agak sulit mendeskripsikan cerpen yang satu ini, yang berusaha menyampaikan pesan bahwa dunia ini tidaklah sempurna, kalaupun kedamaian sempat bertahta untuk beberapa waktu, tidak lama kemudian kejahatan akan kembali merampas keadaan. Betapa samanya dengan kondisi dunia sekarang ini.

Empat cerpen itulah yang punya tempat khusus di hati saya, sementara 10 lainnya bagi saya biasa-biasa saja. Seperti yang saya singgung di awal review, buku yang satu ini tampilannya menggugah selera, namun setelah saya mencicipinya, kok ternyata tidak cocok dengan selera saya. Dalam Kata Pengantar (yang bagi saya merupakan “appetizer” yang memuaskan, tapi ternyata tidak diikuti dengan hidangan utama yang sama memuaskannya), Maggie Tiojakin menguraikan alasan memilih keempat belas cerpen tersebut untuk dikumpulkan dalam Fiksi Lotus Vol. 1, yaitu karena ia ingin mengangkat karya-karya cerpenis yang mungkin kurang terkenal, namun merupakan milestone dalam perkembangan cerita pendek. Dan satu lagi, entah karena saya yang agak o’on atau kurang berjiwa sastra; saya tidak menemukan mata rantai yang menghubungkan keempat belas cerpen dalam buku ini. Cerpen Teka-teki tak ubahnya (atau memang) dongeng anak-anak; sementara Sang Ayah, Pemberian Sang Magi, dan Charles menceritakan hubungan dalam keluarga; beberapa cerpen lainnya bersetting pada masa perang; dan sisanya membawa tema yang acak.

Kesimpulan yang saya ambil adalah; buku ini cocok sekali bagi:
1. Para pecinta cerpen dan followers blog Fiksi Lotus
2. Mereka yang ingin mempelajari cerpen dari sumber-sumber klasik
Jika kamu termasuk salah satu dari dua diatas, maka rasanya buku ini akan cocok bagi kamu. Sedangkan saya, setelah membaca buku ini saya akan berpikir lagi sebelum membaca kumcer keroyokan apapun (baik klasik maupun modern, dan bukannya saya tidak punya kumcer keroyokan di dalam timbunan).


Detail buku:
“Fiksi Lotus Vol. 1: Kumpulan Cerita Pendek Klasik Dunia”, diterjemahkan oleh Maggie Tiojakin
184 halaman, diterbitkan April 2012 (Cetakan I) oleh Gramedia Pustaka Utama
My rating: ♥ ♥


Conclusion:

Fiksi Lotus Vol. 1 is an anthology of classic short stories from various authors including Kafka, Hemingway, and Maugham, translated into the Indonesian language. It all started with a blog “Fiksi Lotus”, a collection of classic short stories translated into the Indonesian language by Maggie Tiojakin. Maggie also translated some short stories by Edgar Allan Poe and it was published under the title “Kisah-kisah Tengah Malam”. However, from the 14 short stories in this anthology, there are only 4 that I really like; “The Father” by Bjornstjerne Bjornson, “The Gift of the Magi” by O. Henry, “The Interlopers” by Saki, and “Evil Adored” by Naguib Mahfouz. Overall, this book would really suit the need of those who want to study short stories from the classic sources, in the Indonesian language. Two out of five stars for this book.

4th review for The Classics Club Project

9 thoughts on “Fiksi Lotus, Vol. 1: Kumpulan Cerpen Klasik Dunia

  1. aku sedang baca buku ini.
    baca kumpulan cerpen dari berbagai pengarang paling tidak mengenali sedikit karya pengarang tersebut.

    Like

  2. Trims sudah mencantumkan judul aslinya, kapan2 aku download versi aslinya saja. Jeleknya anthology dari banyak penulis kalau dijadikan 1 buku adalah kita tak menemukan benang merahnya. Rasanya cerpen2 itu lebih baik disantap sebagaimana adanya, sebagai cerpen2 terpisah. Membaca buku lebih seperti kegiatan yang ada kontinuitasnya, kita otomatis akan membalik halaman berikutnya setelah selesai suatu halaman, jadi saat di halaman berikut kita tak menemukan hubungan apapun dengan halaman sebelumnya, kita jadi kecewa. Jadi kupikir memang caranya membaca cerpen yang harus diubah. Mari menikmati cerpen sebagai makanan kecil alias snack, jangan berpikir menghidangkan bermacam-macam snack untuk makan malam!

    Like

  3. buatku kalo membaca antologi justru aku akan mencari perbedaan/ kekhasan dari masing2 penulis (kalo antologi itu terdiri dari karya banyak penulis), bisa jd keasikan tersendiri dalam mencari perbedaan gaya atau sudut pandang mereka. dalam cerita2 itu sudah pasti tidak ada benang merah. kalaupun mau dicari benang merahnya ya semua adalah karya pengarang yg dianggap “klasik”, atau khusus untuk buku ini, adalah cerita2 yg dianggap merupakan milestone dari perkembangan cerita pendek dalam dunia sastra 🙂

    Like

  4. thx sdh ikutan Giveaway Challenge di blog HobbyBuku’s Classic ya Mel :D, pengalaman pertama yang ‘tak-terlupakan’ ya. Pengumumannya minggu depan, ditunggu saja 😀

    Like

What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s