Wuthering Heights – Emily Bronte

“Catherine Earnshaw, semoga kau tak pernah beristirahat selama aku hidup!

Kau berkata aku membunuhmu – hantui aku, kalau begitu! Bersamalah denganku selalu – ambillah bentuk apa saja – buat aku gila! Tapi jangan tinggalkan aku dalam jurang ini, di mana aku tak bisa menemukanmu! Oh Tuhan! Sakitnya tak terkatakan!

Aku tak bisa hidup tanpa hidupku! Aku tak bisa hidup tanpa jiwaku!”

Cinta bisa bikin orang jadi gila, begitu kata sebagian orang. Saya mau tak mau setuju dengan pernyataan ini setelah selesai membaca Wuthering Heights karya Emily Brontë.

Adalah Heathcliff, seorang anak gipsi yang dipungut Mr. Earnshaw tua dalam perjalanan pulangnya dari Liverpool ke rumahnya, Wuthering Heights, serta Catherine, anak perempuan Mr. Earnshaw, yang menjadi tokoh sentral dalam cerita ini.

Heathcliff dan Catherine tumbuh menjadi sepasang sahabat kental, walaupun mendapat tantangan dari Hindley, kakak Catherine, yang mencemburui Heathcliff oleh karena ayahnya cenderung lebih menyayangi Heathcliff ketimbang dirinya. Catherine kecil juga berteman dengan Edgar dan Isabella Linton yang tinggal di Thrushcross Grange yang berjarak enam kilometer dari Heights, dan hal ini memancing kecemburuan Heathcliff.

Cinta bersemi saat Heathcliff dan Catherine beranjak dewasa. Namun Catherine memilih Edgar Linton menjadi suaminya dengan alasan status sosial, dan ini menyakiti hati Heathcliff begitu rupa sehingga ia menghilang dan baru muncul kembali tiga tahun kemudian sebagai seorang pria kaya, bermartabat dan berpendidikan, dan bukannya sebagai gelandangan kampungan seperti dirinya yang dulu. Heathcliff juga kembali dengan rencana balas dendam yang dihasilkan oleh kebencian begitu kuat terhadap keluarga Earnshaw dan Linton.

Tidak puas hanya dengan berhasil menguasai Wuthering Heights, Heathcliff membuat Isabella Linton bersedia menikah dengannya dan menimbulkan duka mendalam di hati Edgar Linton. Anak satu-satunya Hindley Earnshaw yang bernama Hareton ditinggalkan dengan Heathcliff untuk diasuh secara kasar dan tidak dibiarkan mengenyam sedikit pun pendidikan. Sementara itu, Catherine menderita demam otak dan nyaris gila karena tercabik antara cintanya kepada Heathcliff dan kepada Edgar Linton, ia melahirkan seorang anak perempuan bagi Edgar dan meninggal dunia dua jam sesudahnya.

Bertahun-tahun berlalu, dan rencana balas dendam Heathcliff belum juga pupus. Ia berniat menguasai Thrushcross Grange dengan menyatukan paksa anaknya dengan Isabella yang dinamai Linton Heathcliff, dengan Cathy Linton anak dari Edgar dan Catherine. Sepanjang hidupnya, Heathcliff menyiksa semua orang yang ada di dalam kekuasaannya dengan bengis, sampai-sampai ia disebut anak dari si Iblis sendiri.

Kisah Heathcliff, keluarga Earnshaw dan keluarga Linton ini dituturkan melalui sudut pandang Mr. Lockwood, seorang penyewa Wuthering Heights saat Cathy Linton Jr. telah dewasa, dan pengurus rumah Wuthering Heights serta Thrushcross Grange, Mrs. Ellen “Nelly” Dean.


Hitam, hitam, hitam. Demikian kesan yang melekat di hati saya ketika membaca Wuthering Heights (selanjutnya akan saya sebut WH, pertama kali diterbitkan tahun 1847). Dari awal hingga akhir, pembaca akan disuguhi menu yang sebetulnya amat tidak enak apalagi menggugah selera, karena menunya antara lain adalah kebencian, kekejaman, kata-kata umpatan, suasana suram, kelam, jahat.

WH sebetulnya adalah salah satu novel klasik yang saya tunggu-tunggu kehadiran terjemahan Indonesianya. Alasannya karena saya telah membaca Jane Eyre, roman klasik karya Charlotte Brontë, kakak kandung dari sang pengarang WH. Prediksi saya bahwa WH tidak akan jauh berbeda dari Jane Eyre ternyata meleset sama sekali. WH jauuuuuuuuuuh lebih gelap ketimbang Jane Eyre.

Hidup dalam keterasingan di desa Haworth, Yorkshire, Inggris, ternyata tak membuat kakak-beradik Brontë tanpa daya. Semasa hidup mereka yang rata-rata pendek, keempat Brontë bersaudara yang bertahan hidup; Charlotte, Patrick Branwell, Emily Jane, dan Anne Brontë memberikan sumbangsih besar dalam dunia kesusasteraan Inggris melalui novel-novel dan puisi-puisi yang mereka ciptakan. Emily Jane Brontë (1818-1848) diakui oleh kalangan sastrawan sebagai penyair yang terbaik diantara saudara-saudaranya, dan satu-satunya novel karyanya, Wuthering Heights, diakui sebagai “the most famous romantic novel in English”. (Grolier Family Encyclopedia)

Saya pribadi tidak setuju bila WH disebut sebagai novel romantis, terlepas dari sumber yang menyebutkan bahwa karya Emily Brontë termasuk dalam aliran sastra romantisisme. Apanya yang romantis kalau dialognya penuh dengan umpatan? Namun tidak dapat dipungkiri jika WH merupakan salah satu novel Inggris yang paling terkenal, yang disebutkan dalam banyak novel lainnya dan diadaptasi berulang kali dalam bentuk film. Contoh yang familiar adalah WH disebutkan sebagai buku favorit karakter Bella Swan dalam seri Twilight.

Grolier Family Encyclopedia selanjutnya menyebut cinta antara Heathcliff dan Catherine dengan istilah “demonic love”, mungkin karena perilaku Heathcliff yang jahat atau karena kata “Iblis” yang banyak bertaburan di dalam buku ini.  Salah satu alasan mengapa buku ini patut dibaca adalah karena buku ini menguak salah satu sisi tergelap yang mungkin dimiliki oleh jiwa manusia, dan apa yang mampu dilakukan manusia jika jiwanya sudah dikuasai kegelapan itu.

Wuthering Heights menurut Grolier Family Encyclopedia

Bagi anda yang hendak membaca buku ini, bersiaplah karena sangat mungkin anda tidak akan terhibur oleh isinya. Membacanya pun membutuhkan kesabaran ekstra karena pada awalnya hubungan antar tokohnya cukup membingungkan (lihat family tree di Wikipedia sebagai panduan), dan panggilan yang digunakan untuk setiap tokoh kadang berbeda-beda, misalnya Edgar Linton kadang dipanggil Mr. Edgar kadang Mr. Linton.

Namun, mudah-mudahan, dengan membaca buku ini anda mendapatkan peringatan awal mengenai kegilaan karena cinta buta dan “demonic love” sehingga jika anda memutuskan untuk mencintai seseorang, anda tidak akan meniru cara Mr. Heathcliff. 🙂

I’ll not weep, because the summer’s glory
Must always end in gloom;
And, follow out the happiest story –
It closes with a tomb!

– from Stanzas, by Emily Jane Brontë


N.B.: Resensi ini dibuat dalam rangka Baca Bareng Blogger Buku Indonesia (BBI) bulan Mei 2011

Detail buku:

“Wuthering Heights” oleh Emily Brontë
488 halaman, diterbitkan April 2011 oleh Gramedia Pustaka Utama
My rating : ♥ ♥ ♥

31 thoughts on “Wuthering Heights – Emily Bronte

  1. first comment 🙂
    aku suka reviewmu nih.. sebenernya aku penasaran sama backgroundnya si Emily itu, bisa juga ya sekeluarga bikin novel legendaris gitu. Tapi seperti melisa, aku lebih suka Jane Eyre.. quote yang di atas itu favoritku juga.. >.<

    Like

    1. Makanya aku juga heran, padahal mereka sekeluarga kayaknya hidupnya terisolasi gitu, sama kayak penghuni WH & TG. Dengan kondisi kayak gitu bisa menghasilkan novel2 yang dikenang sampe berabad-abad, keren yah…

      Like

  2. hahaha.. kesimpulan yang bisa diambil cinta dan benci itu setipis kertas.. gampang berubah 180 derajat..

    Like

  3. Bagian yg paling menyebalkan adalah saat Heatcliff mencaci maki anaknya sendiri… huh!

    baru denger nih istilah ‘demonic lover’ serem amat ya..

    Like

  4. saya juga baru denger istilah ‘demonic love’

    bagian paling nyebelin tuh pas Cathy Linton gk bisa apa2 ketika dipaksa menikah sementara Ellen Dean dikurung…huuuaaaa jadi mikir masa di daerah situ gak ada polisi atau apa kek yg bisa melihat kekejaman Heathclff ;(

    Like

  5. Wah aku baru tahu kalau Emily Bronte dan Jane Eyre tuh saudaraan. Wow. Keluarga penulis semua.

    Aku nggak mengkategorikan buku ini dalam novel romance.
    Karena nggak nemu bagian yang romantis sama sekali. Bahkan ketika Catherine dan Heathcliff, semuanya terasa biasa aja. Mungkin karena dipengaruhi ma perubahan drastis pada Heathcliff. Kalimat-kalimat yang mereka ucapkan jadi terasa hambar buatku

    Like

    1. “Jane Eyre” itu judul novelnya Charlotte Bronte, kakaknya Emily Bronte. Mereka juga punya satu adik cewek lagi namanya Anne yang juga pengarang & penyair.

      Like

  6. Aku lupa siapa, tapi ada yg pernah komen ttg WH: Jadi endingnya WH incest dong? wkwkwk…kalo liat family tree itu, boleh dibilang begitu ya? Ruwet bin njelimet..

    Like

    1. Wkwkwkwk… lha nikahnya antar sepupu melulu! Korban paling mencolok adalah si Cathy Linton Jr., nikah 2 kali sama 2 sepupu yang berbeda.
      Nasihat buat yang lagi cari rumah, pastikan ada banyak tetangga di neighborhood anda, apalagi kalo daerah tempat anda tinggal rawan badai n anda kemana-mana masih pake kuda/kereta kuda 😀

      Like

      1. Wkwkwk…betuul! itulah pesan moral yg kudapat dari WH, kalo membesarkan anak, jangan tinggal di daerah terpencil dgn hanya 1 tetangga!

        Like

    2. yang komen aku mbak, di YM..wekekekeke..
      aku kasi bintang 4 untuk buku ini krn kejeniusan penulisnya, berkurang satu krn aku gak suka dgn endingnya dan di awal2 agak membosankan..hehe

      Like

    1. Hehehe makasih ya mas.
      Wah iya ternyata beda yah pengertiannya aliran romantisisme, nggak ngerti nih maklum bukan anak sastra ;p
      Makasih atas koreksinya.

      Like

  7. aku pernah baca review di salah satu website dan disebut juga kalau buku ini menyinggung masalah incest. aku rada bingung juga sebelah mananya yang incest, tapi setelah ditilik2 emang hubungan cinta yang ada tuh rumit banget yaa..sampe aku bikinin silsilah segala akhirnya hahaha…anyway like your review!

    Like

  8. Demonic love, wah dapat istilah baru nih! Proyek pertama BBI berhasil ya Mel 🙂 Senangnya lagi dari tiap postingan nemu hal-hal baru yang terlewat. Jadi semangat untuk bulan selanjutnya.

    Like

    1. Iya, seneng banget deh proyek pertama BBI sukses 😀
      Bener banget postingnya tiap2 orang pasti ada hal-hal baru yang menarik, jadi tambah semangat ngereview dah klo gini 🙂

      Kayaknya banyak yang penasaran sama istilah demonic love, nanti aku fotokan deh deskripsi dari Grolier Family Encyclopedia trus pic-nya kumasukkan di post ini.

      Like

  9. hi Mel, baru baca reviewmu disini nih dari postingmu yg terbaru ttg bronte sisters..
    buku ini dibilang termasuk aliran romantisisme mnrtku karena disini unsur perasaan (hope, love, takut atau apapun lainnya) dianggap begitu penting, mengalahkan segala rintangan atau logika. jadi romantisisme mmg tidak melulu harus ‘romance’ (kisah cinta dgn unsur manis). kisah2 victor hugo atau perjuangan yang mengandalkan pengharapan juga digolongkan romantisisme. bisa dibilang romantisisme adalah reaksi terhadap rasionalisme (segalanya berdasar rasio, logika, pragmatis) yg marak di era sebelumnya. mnrtku WH juga bukan romance, tp mmg masuk ke romantisisme sebagai alirannya.

    btw aku suka bgt jg WH 🙂 (sktr 2 mgg lalu baru selesai baca dan buat reviewnya jg)

    Like

    1. yup, makasih penjelasannya 😀
      ini post udah lamaaa, posting bersama BBI yang pertamaaaaa banget. Setelah WH aku baca Dickens sama Hugo juga kok, n akhirnya paham kalo romantis tidak sama dengan romantisisme 🙂

      Like

  10. haloo.. astagaa pengen banget baca buku ini yaampu, tapi karena aku orang yang males nyari buku dan gaada yang mau minjemin ini buku juga (karena kayaknya semua temen gaada yang suka deh sama genre ini) akhinya sampe sekarang gak kesampean buat baca (ini semua gara gara twilight astaga). Ceritanya kayaknya menarik, karena buka tentang cinta romance picisan tapi ada sesuatu gitu yang aah giama gitu. Pokoknya pengen banget baca buku ini. Titik.

    Like

  11. Wuthering Heights ini jadi novel klasik pertama yang saya baca. Wah awalnya memang ceritanya membingungkan dan nggak tau kenapa kayaknya saya emang lebih cocok sama genre yang lebih Pop deh. hehehe mungkin karena saya sukanya yang ringan2 kali ya?

    Tapi, menurut saya kerenlah ceritanya. Bener2 bikin saya benci banget Heathcliff tapi kalau dipikir2 memang… nggak ada yang bakalan sejahat itu kalau hidupnya yang sebelumnya tidak sekeras granit heheh

    Btw, nice review mbak 🙂 Salam kenal yaah. Suka baca cerita Fallen Angel2 gitu gak yaah btw?

    Like

  12. Dari banyak pilihan di list review, mata saya langsung tertuju pada judul ini. Saya bertanya-tanya sejak dahulu, kenapa banyak sekali novel klasik diterbitkan setelah dialihbahasa oleh dua penerbit? Misalnya Wuthering heights ini, saya pernah lihat versi Qanitanya dan versi Gramedia. Saya bertanya-tanya apakah ada bedanya? Tapi, untuk segi cover, sesungguhnya saya lebih suka versi Qanita.
    Saya nggak nyangka kalau Wuthering Heights bakal penuh dengan umpatan. Saya belum membacanya, namun saya berniat membacanya jika saya sudah membelinya. Saya benar-benar penasaran dengan novel satu-satunya Emily Bronte ini.
    Oh ya, saya suka dengan penjelasan kak Mel tentang Bronte bersaudara ini. Terima kasih untuk reviewnya, Kak :))

    Like

What do you think?